Indonesia adalah salah satu negara dengan berpenduduk masyoritas beragama Islam yang terbanyak di dunia. Tapi di Indonesia masih menganggap penggunaan cadar masih menjadi minoritas di masyarakat setempat. Dengan dugaan-dugaan yang seperti itu ada beberapa daerah atau instasi yang melarang penggunaan cadar. Menurut beberapa perempuan-perempuan alasan pelarang hal tersebut adalah kurangnya pemikiran masyarakat yang kurang open minded tentang penggunaan cadar dan lebih sua menjudge orang secara langsung tanpa ada kroscek terlebih dahulu. Dengan anggapan-anggapan yang seperti itu belum tentu benar adanya, tapi masih sangat susah untuk mengubah mindset seseorang.
Terbukti hal tersebut, terdapat salah satu perguruan tinggi yang memberikan pengumuman dengan adanya pembinaan bagi mahasiswi yang memakai cadar. Dari hal seperti itu menuai kontroversia hingga perbedaan pendapat, beberapa media dan organisasi-organisasi Islam pun mengakui bahwa hal tersebut adalah pelanggaran terhadap mahasiswi yang memakai cadar. Fenomena-fenomena diskriminasi terhadap perempuan yang memakai cadar karena adanya efek Islamophobia. Apa itu Islamophobia? Sebuah kontroversi yang merujuk pada prasangka buruk dan diskriminasi terhadap orang-orang Islam. Kontroversi ini semakin mencuat dengan peristiwa penyerangan gedung WTC yang ada di Amerika Serikat oleh para teroris yang mengatasnamakan Islam. Minoritas bukanlah dilihat dari seberapa sedikit dari sebuah kelompok, tapi setelah di teliti dengan kritis kehadiran diskriminasi menjadi indicator yang kuat terhadap pelabelan minoritas atau tidaknya sebuah kelompok. Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak menerima diskriminasi terhadap laki-laki, dan lebih digolongkan sebagai kaum minoritas. Dalam sisi ekonomi perempuan bisa dikatakan Berjaya, namun tidak pernah berada di posisis atas karena mereka selalu bekerja di bawah pengawasan laki-laki. Dapat disimpulkan bahwa budaya turut andil dalam melanggengkan sistem patriarki dan menempatkan perempuan dalam posisi minoritas. Namun kita tidak dapat memandang dengan sebelah mata, karena pergeseran nilai maskulin dan feminim, sesuai dengan pandangan bahwa gender tidak mutlak, tidak universal dan cenderung bervariasi dari waktu ke waktu tersebut, semakin nampak jelas di zaman modern ini dimana “pantas” dan “tidak pantas” berkenaan masalah role oleh perempuan dan laki-laki semakin bias. Kini mulai banyak perempuan yang diakui hidup lebih mandiri dan berjaya dibanding laki-laki.
Selain aspek dari busana atau pakaian, perempuan menjadi sarasaran untu dijadikan kaum minoritas, yaitu dari aspek profesi. Dalam profesi atau pekerjaan laki-laki cenderung mendominasi daripada perempuan, karena hal tersebut sudah merupakan kewajiban dari seorang laki-laki. Tapi di Indonesia banyak juga perempuan yang turut ikut bekerja dengan beberapa alasan. Setiap tahunnya selalu ada peningkatan jumla angka pekerja perempuan, yaitu mencapai 50% lebih dibandingkan jumlah pekerja laki-laki. Hal tersebut menjadi perhatian yang serius pemerintah untuk selalu memperhatikan hak pekerja perempuan agar tidak mengalami diskriminasi di ruang kerja. Organisasi buruh internasional (ILO) mengatakan bahwa pekerja perempuan masih mengalami diskriminsi. Organisasi ini mengataan bahwa ada perbedaan gaji pekerja perempuan dan laki-laki yang menurun 0.6% sejak 1995. Dibeberapa negara, perempuan mudah mendapatkan pekerjaan dengan kualitas yang rendah. Laporan tersebut mengambil data dari 178 negara, dan menemukan bahwa tingkat partisipasi perempuan dalam pekerjaan lebih rendah 25,5% dibandingkan partisipasi laki-laki pda tahun 2015. ILO juga mengatakan bahwa distribusi pekerjaan yang tidak dibayar dan pekerjaan rumah tangga masih tidk setara di negara yang memiliki pendpatan tinggi dan rendah. Para wanita yang berhasil mencapai puncak kejayaannya atau sukses untuk merintis karienya hingga puncak tentunya akan menjadi inspirasi bagi oerempuan-perempuan yang lain. Namun demikian, tidak sedikit pula para wanita yang masih menjadi kaum minoritas dan mengalami diskriminasi dibandingkan kaum pria. Melihat dari sudut pandang agama dengan melibatkan berbagai perspektif yang menjawab bahwa kehadiran peremouan minoritas yang menjadi seorang pimpinan sangat perlu dipahami dan dimengerti. Dari sudut pandang masyarakat yang mengannut agama mayoritas bahwa memilih seorang pemipin bukanlah dari kalangan wanita. Tapi pada zaman sekarang sudah banyak para wanita yang membuktikan bahwa wanita juga bisa atau setara dengan para laki-laki
Komentar
Posting Komentar