RESUME BUKU "Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofi (A. Sony Keraf & Mikhael Dua)" BAB 5 MASALAH KEPASTIAN DAN FALIBILISME MODERAT
- Masalah Kepastian Kebenaran Ilmiah
Dalam pembahasan yang sudah ada,
bahwa kita dapat melihat terdapat empat macam kebenaran. Demi mudahnya, keempat
macam kebenaran masing-masing teori sering kita sebut sebagai Kebenaran Logis
atau Kebenaran Rasional; Kebenaran Empiris; Kebenaran Pragmatis; dan Kebenaran
Performatif. Persoalan yang saat ini perlu kita tanyakan yaitu apakah kebenaran
ilmiah bersifat pasti atau sementara?
Pertanyaan diatas memiliki jawaban
yang melahirkan dua pandangan yang berbeda. Yang satu adalah pandangan kaum
rasionalis yang menekankan kebenaran logis-rasional, sedangkan yang kedua
pandangan kaum empiris yang menekankan kebenaran empiris.
Jika dilihat dari pandangan kaum
rasionalis, kepastian berkaitan dengan subjek. Dalam hal ini, kaum rasionalis
sangat yakin bahwa kebenaran keteguhan bersifat pasti dan benar. Hal ini
dikarenakan kesimpulan yang mengandung kebenaran sebagai keteguhan yang
sesungguhnya. Hal itu merupakan konsekuensi logis dari pernyataan-pernyataan,
teori, atau hukum ilmiah lainnya. Namun, apakah kebenaran yang dianut oleh kaum
rasionalis tidak bersifat sementara? Kaum rasionalis pasti beranggapan bahwa
kebenaran logis-rasional bersifat pasti yaitu benar dan bukan hanya sementara
sifatnya. Namun, kalau ditinjau secara lebih mendalam, sesungguhnya kebenaran ini
pun akan bersifat sementara terlepas dari setinggi-tingginya kepastiannya.
Berbeda dengan kaum rasionalis, kaum
empiris tidak pernah berpretensi untuk menghasilkan suatu pengetahuan yang
pasti benar tentang alam. Bagi kaum empiris, ilmu pengetahuan yang pasti benar
tentang alam, ilmu pengetahuan tidak memiliki ambisi seperti iman dalam sebuah
agama. Ilmu pengetahuan tidak akan pernah memberikan suatu formulasi final dan
absolut tentang seluruh universum. Pengakuan ini dalam filsafat ilmu
pengetahuan disebut Falibisme, disini tidak berarti bahwa ilmu pengetahuan
salah sama sekali, melainkan bahwa ilmuwan harus bersikap kritis terhadap apa
yang sudah dicapainya. Namun disisi lain kita harus mengatakan bahwa ilmu
pengetahuan benar-benar mengarahkan kita pada sebuah kebenaran. Falibilisme
tidak berarti sikap yang menolak secara mutlak kebenaran pengetahuan ilmiah,
disini falibilisme lebih dimaksudkan dengan sebuah sikap yang beranggapan bahwa
kendati sebuah pengetahuan ilmu merupakan pengetahuan yang paling baik yang
kita miliki. Metode ilmu pengetahuan merupakan satu-satunya metode yang dapat
dipercaya dalam menyampaikan sebuah pendapat dan kita tidak boleh menganggap
ilmu pengetahuan benar dengan sendirinya.
- Falibilisme dan Metode Ilmu Pengetahuan
Falibilisme
ilmu pengetahuan berasal dari dua sumber, yaitu sebagai konsekuensi dari metode
ilmu pengetahuan dan dari objek ilmu pengetahuan yaitu universum alam. Maka
dari itu, selain dalam kaitan dengan metode ilmu pengetahuan, kita akan
membicarakan falibilisme dalam kaitannya dengan ciri-ciri universum dan pikiran
manusia. Metode ilmu pengetahuan tidak menghasilkan pengetahuan yang absolut
serta universal, melainkan dapat salah. Adapun beberapa indikasi metodologis
bisa dilihat sebagai alasan dari falibilisme moderat ini.
Pertama, peneliti sendiri tidak pernah
merasa pasti dengan apa yang sudah dicapainya sendiri, hal ini lah yang menjadi
ciri khas dasar dari setiap penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah pasti diawali
dengan sebuah keraguan dan setiap pendapat yang mantap tidak akan membuat
pikiran ini tenang. Hasilnya pun harus bertahap untuk mengkonvergensi sebuah
kebenaran, tidak pernah dilihat sebagai tempat terakhir bagi penelitianya.
Kepercayaan ilmiah tidak pernah menjadi akhir dari seluruh pencarian ilmiah,
namun malah menimbulkan keraguan yang baru. Kedua, fokus utama dari kegiatan penelitian ilmiah adalah
verifikasi atas sebuah hipotesis. Metode ilmiah ini dibangun agar sebuah
hipotesis setelah dirumuskan, diuji dengan melihat bagaimana prediksi diverifikasi.
Dalam proses induksi itu, seorang ilmuwan menilai rasio dari suatu peristiwa
akan keseluruhannya. Proses ini dilakukan dengan teliti, namun bisa saja
terjadi sebuah kekeliruan. Sampel yang diangkat bisa saja terjadi kesalahan dan
tidak cocok dengan keseluruhan realitas, selalu terbuka kemungkinan bahwa
sampel yang dipakai tidak lengkap. Ketiga,
karena metode induksi, seperti akan dibahas lebih lanjut, selalu tidak lengkap.
Kita tidak akan pernah berhasil mengumpulkan semua data yang seharusnya tercakup
untuk bisa menarik sebuah hipotesis berdasarkan fakta terbatas yang ada. Kita
hanya bisa berani mengajukan sebuah hipotesis berdasarkan fakta terbatas yang
ada, dengan bahwa semua fakta lain akan mendukung hipotesis ini. Keempat, sebuah hipotesis itu pada
dasarnya tidak pasti, karena hipotesis dirumuskan sebagai jawaban sementara
atas sebuah permasalahan. Meskipun hipotesis ini merupakan titik tolak ukur
yang harus dipegang untuk kemudian diuji, namun pada dirinya sendiri sudah
terbuka untuk dievaluasi dan dikoreksi.
Dengan
alasan empat ini kita dapat mengatakan bahwa pengetahuan ilmiah tidak luput
dari kekeliruan dan selalu terbuka untuk kritik serta perbaikan. Karena itu,
sudut pandang kaum empiris, tidak mungkin ada kepastian dan universalitas yang mutlak
dalam ilmu pengetahuan ilmiah. Pengetahuan yang paling baik yang kita miliki
adalah pengetahuan yang tidak pasti. apa yang kita terima sekarang pada suatu
ketika di masa depan akan dilihat sebagai kekeliruan. Maka dari itu falibilisme
ilmiah menjadi doktrin penting bagi ilmuwan, ilmuwan akan mengatakan yang sama
bahwa suatu kerinduan untuk mengenal kebenaran dan pengakuan akan ketidaktahuan
merupakan dorongan paling kuat bagi penelitian.
- Falibilisme dan Objek Ilmu Pengetahuan
Falibilitas
pengetahuan ilmiah, selain disebabkan oleh metode ilmiah, juga terjadi karena
objek ilmu pengetahuan sekaligus real dan berubah-ubah. Objek ilmu pengetahuan
adalah peristiwa-peristiwa alam dan kita dapat mengenalnya dengan baik karena
berbentuk real, tetapi ia juga dapat berubah-ubah, maka pengetahuan ilmiah kita
tidak pernah mencapai kepastian mutlak. Bisa dikatakan falibilisme atau
kesadaran bahwa ilmu pengetahuan selalu tidak pernah mutlak benar didasarkan
juga pada kenyataan bahwa alam selalu berkembang. Alam tidak akan pernah berada
pada kondisi statis, melainkan akan selalu mengalami evolusi. Karena hal
tersebut ada saja hal yang baru dan tak terduga, bahkan oleh hukum ilmiah yang
sudah ditemukan.
a.
Realitas Objek
Ilmuwan
yang baik adalah seorang realis yang tidak memandang konsep-konsep ilmiahnya
semata-mata sebagai hasil imajinasi tanpa hubungannya dengan dunia nyata. Pemikirannya merupakan pemikiran
tentang dunia nyata yag pada gilirannya selalu terbuka bagi pemikirnya. Objek
ilmu pengetahuan dapat dikatakan nyata atau real jika sekurang-kurangnya
mengandung tiga arti. Pertama, yang
nyata berarti lepas dari pikiran manusia, perhatian akan selalu terarah kepada
sesuatu yang berada di luar dirinya sendiri. Para ilmuwan ingin mengetahui
sesuatu yang belum pernah dipikirkan tetapi dapat disampaikan alam kepadanya.
Maka alam lah yang pertama-tama mendorong ilmuwan untuk melakukan sebuah
penelitian. Metode ilmu pengetahuan, sebagai implikasi, merupakan salah satu
cara untuk menangkap apa yang disampaikan alam kepadanya. Metode ini
mengarahkan diri pada peristiwa atau fakta yang real, yang benar-benar lepas
dari pengetahuan individual seorang ilmuwan. Oleh karena itu, penelitian ilmiah
bertujuan untuk meneliti alam dan tidak membuat suatu perkembangan apapun
selain dari bergantung pada realitas yang ia pelajari. Kedua, meskipun dunia real yang dipelajari ilmu pengetahuan bebas
dari pemikiran manusia, realitas itu sendiri dapat dikatakan real jika memang
dapat dikenal. Objek dari pengalaman harus dapat mempengaruhi ilmuwan dan
menjadi daya tarik tersendiri bagi ilmuwan. Hegel pernah berkata, setiap
realitas harus dapat dikenal. “The
reality is knowable”.
Kedua
ciri pertama dari dunia real ini membawa implikasi sangat penting bagi
pemahaman kita tentang ilmu pengetahuan. Jika realitas tidak lepas dari
pemikiran kita, maka tidak perlu adanya metode ilmiah. Setiap orang bisa saja
merenungkan pikirannya tanpa harus keluar dari dirinya dan berhadapan dengan
realitas dari dunia luar.
Komentar
Posting Komentar